Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

This Theme From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Rabu, 21 Desember 2011

Jalan Cinta Para Pejuang

“Seandainya kami bisa membelikan janggut untuk Qais dengan harta kami”, kata orang-orang Anshar, “Niscaya akan kami lakukan.” Semua sifat dan jiwa kepemimpinan memang ada pada pemuda ini. Nasabnya juga terkemuka lagi mulia. Kecuali, ya itu tadi, Janggut. Salah satu symbol kejantanan dalam kaumnya yang sayangnya tak dimilikinya. Wajahnya licin dan bersih.

Namanya Qais ibn Sa’d ibn ‘Ubadah. Ayahnya, Sa’d ibn ‘Ubadah, pemimpun suku Khazraj di Madinah. Rasulullah menyebut keluarga ini sebagai limapahan kedermawanan. Ketika para muhajirin datang, masing-masing orang Anshar membawa satu atau dua orang yang telah dipersaudarakan dengan mereka kerumahnya untuk ditanggung kehidupannya. Kecuali Sa’d ibn ‘Ubadah. Dia membawa 80 orang muhajirin ke rumahnya!

Saat masuk Islam, Sa’d ibn’Ubadah menyerahkan sang putera kepada Rasulullah. “inilah khadam Anda wahai Nabi Allah”, ujar Sa’d. Tapi menurut Anas ibn Malik, Qais lebih pas disebut ajudan Sang Nabi. Dan air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Dalam pergaulannya di kalangan pemuda, Qais sangat royal seperti bapaknya di kalangan tua-tua. Tak terhitung lagi sedekah dan dermanya. Tak pernah ditagihnya piutang-piutangnya. Tak pernah diambilnya jika orang mengembalikan pinjaman padanya.

Kedermawanan Qais begitu masyhur di kalangan muhajirin hingga menjadi bahan perbincangan. Sampai-sampai suatu hari Abu Bakr Ash Shiddiq dan ‘Umar Ibn Al Khaththab berbicara tentangnya dan berujar “kalau kita biarkan terus pemuda itu dengan kedermawanannya, bisa-bisa habis licinlah harta orang tuanya!”

Pembicaraan ini sampai juga ke telinga sang ayah, Sa’d ibn ‘Ubadah. Apa komentarnya? Menarik sekali. “Aduhai siapa yang dapat membela diriku terhadap Abu Bakr dan ‘Umar?!”, serunya. “Mereka telah mengajari anakku untuk kikir dengan memperalat namaku?” Mendengarnya para shahabat pun terteawa. Lalu Abu Bakr dan ‘Umar meminta maaf padanya.

Ah, Qais dan Sa’d. Ayah dan anak ini sebaris di jalan cinta para pejuang. Tak ada bedanya.

Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A Fillah

1 komentar:

hoIrON mengatakan...

linknya udah tak pasang,,jangan lupa pasang aku juja yoe

Posting Komentar